Pengertian Etika Menurut Para
Ahli
1.
James
J. Spillane SJ
Etika
ialah mempertimbangkan atau memperhatikan tingkah laku manusia dalam mengambi
suatu keputusan yang berkaitan dengan moral. Etika lebih mengarah pada
penggunaan akal budi manusia dengan objektivitas untuk menentukan benar atau
salahnya serta tingkah laku seseorang kepada orang lain.
2.
Prof.
DR. Franz Magnis Suseno
Etika
merupakan suatu ilmu yang memberikan arahan, acuan dan pijakan kepada tindakan
manusia.
3.
Soergarda
Poerbakawatja
Etika
merupakan sebuah filsafat berkaitan dengan nilai-nilai, tentang baik dan
buruknya tindakan dan kesusilan
4.
Drs.
H. Burhanudin Salam
Mengungkapkan
bahwa etika ialah suatu cabang ilmu filsafat yang berbicara tentang nilai -nilai
dan norma yang dapat menentukan perilaku manusia dalam kehidupannya.
5.
Drs.
O.P. Simorangkir
Menjelaskan
bahwa etika ialah pandangan manusia terhadap baik dan buruknya perilaku
manusia.
6.
A.
Mustafa
Mengungkapkan
etika sebagai ilmu yang menyelidiki terhadap perilaku mana yang baik dan yang
buruk dan juga dengan memperhatikan perbuatan manusia sejauh apa yang telah
diketahui oleh akal pikiran.
7.
W.J.S.
Poerwadarminto
Menjelaskan
etika sebagai ilmu pengetahuan mengenai asas-asas atau dasar-dasar moral dan
akhlak.
8.
Drs.
Sidi Gajabla
Menjelaskan
etika sebagai teori tentang perilaku atau perbuatan manusia yang dipandang dari
segi baik & buruknya sejauh mana dapat ditentukan oleh akal manusia.
9.
Bertens
Etika
merupakan nilai dan norma moral yang menjadi acuan bagi manusia secara individu
maupun kelompok dalam mengatur segala tingkah lakunya.
10.
Ahmad
Amin
Mengemukakan
bahwa etika merupakan suatu ilmu yang menjelaskan tentang arti baik dan buruk
serta apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, juga menyatakan sebuah tujuan
yang harus dicapai manusia dalam perbuatannya dan menunjukkan arah untuk
melakukan apa yang seharusnya didilakukan oleh manusia.
11.
Hamzah
Yakub
Etika
merupakan ilmu yang menyelidiki suatu perbuatan mana yang baik dan buruk serta
memperlihatkan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal
pikiran.
12.
Aristoteles
Mengemukakan
etika ke dalam dua pengertian yakni Terminius Technicus & Manner
and Custom. Terminius Technicus ialah etika dipelajari sebagai ilmu
pengetahuan yang mempelajari suatu problema tindakan atau perbuatan manusia.
Sedangkan yang kedua yaitu, manner and custom ialah suatu pembahasan
etika yang terkait dengan tata cara & adat kebiasaan yang melekat dalam
kodrat manusia (in herent in human nature) yang sangat terikat dengan arti
“baik & buruk” suatu perilaku, tingkah laku atau perbuatan manusia.
13.
Maryani
dan Ludigdo
Mengemukakan
etika sebagai seperangkat norma, aturan atau pedoman yang mengatur segala
perilaku manusia, baik yang harus dilakukan dan yang harus ditinggalkan yang
dianut oleh sekelompok masyarakat atau segolongan masyarakat.
14.
Martin
Mengemukakan
bahwa etika ialah suatu disiplin ilmu yang berperan sebagai acuan atau pedoman
untuk mengontrol tingkah laku atau perilaku manusia.
15.
Menurut
KBBI
Etika
ialah ilmu tentang baik dan buruknya perilaku, hak dan kewajiban moral;
sekumpulan asa atau nila-nilai yang berkaitan dengan akhlak; nilai mengenai
benar atau salahnya perbuatan atau perilaku yang dianut masyarakat.
Prinsip – Prinsip Etika
Berdasarkan
buku yang berjudul “The Great Ideas “ yang diterbitkan pada tahun 1952,dalam
buku tersebut diringkas menjadi 6 prinsip dan merupakan landasan prinsipil dari
etika.Prinsip-prinsip tersebut adalah:
Ø Prinsip keindahan
Prinsip ini
didasari pada rasa senang terhadap keindahan,ada yang mengatakan
bahwa hidup dan kehidupan manusia itu adalah keindahan.Maka dari itu etika
manusia berkaiatan atau mencakup nilai-nilai keindahan.oleh karena itu kita
sebagai manusia memerlukan penampilan yang serasi dan indah atau enak dipandang
mata dalam berpakaian,dan menggunakannya pada waktu yang tepat,bukankah tidak
etis bila seseorang memakai gaun kekantor atau tidak memakai sepatu kekantor
bahkan tidak sepatutnya seseorang menghadapi tamunya dengan menggunakan pakaian
tidur.
Ø Prinsip persamaan
Menghendaki
adanya persamaan antara manusia yang satu dengan yang lain merupakan hakekat
kemanusiaan.Setiap manusia yang dilahirkan kebumi masing-masing memiliki hak
dan kewajiban,pada dasarnya manusia memiliki derajat yang sama
dengan manusia lainnya. Konsekuensi dari ajaran persamaan ras menuntut
persamaan diantara beraneka ragam etnis,watak,karakter atau pandangan hidup
yang berbeda-beda.Begitu banyak keragaman etnis namun kedudukan sebagai suatu
kelompok masyarakat adalah sama.Allah juga telah menciptakan manusia dengan
jenis kelaminyang berbeda ada pria dan wanita,begtu juga dengn bentuk fisiknya
sangat berbeda,tapi secara hakiki keduanya membutuhkan persamaan dan pengakuan
atas hak asasi mereka dan kedudukan dihadapan Allah adalah sama.Etika yang
dilandasi oleh pinsip persamaan(equality) dapat menghilangkan prilaku
diskriminatif,yang membeda-bedakan dalam aspek interaksi manusia.
Ø Prinsip kebaikan
Pada
umumnya kebaikan berarti sifat dari sesuatu yang mengakibatkan pujian.Perkataan
yang baik mengadung sifat seperti persetujuan,pujian,keunggulan,kekaguman atau
ketetapan makanya prinsip kebaikan sangat erat kaitannya dengan hasrat dan
cinta,misalnya jika kita menginginkan kebaikan dari suatu ilmu pengetahuan maka
kita akan mengandalkan obyektivitas ilmiah, pengetahuan,rasionalis, maka yang
diperlukan adalah sikap sadar hukum. Jadi prinsip kebaikan adalah prinsip
universal.
Ø Prinsip keadilan
Keadilan
adalah kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa
yang semestinya.
Ø Prinsip kebebasan
Kebebasan
muncul dari doktrin bahwa setiap orang memiliki hidupnya sendiri serta memiliki
hak untuk bertindak menurut pilihannya sendiri,kecuali jika pilihan tersebut
melanggar kebebasan dari orang lain.kebebasan manusia adalah kemampuan untuk
menentukan sendiri,kesanggupan untuk mempertanggung jawabkan
perbuatannya,syarat yang memungkinkan manusia untuk melaksanakan
pilihan-pilihannya beserta kosekuensi dari pilihan itu sendiri.Oleh karena itu
tidak ada kebebasan tanpa tanggung jawab dan tidak ada tanggung jawab tanpa
kebebasan.semakin besar kebebasan yang kita miliki semakin besar pula tanggung
jawab yang kita pikul.
Ø Pinsip kebenaran
Ide
kebenaran sering kita pakai dalam pembicaraan mengenai logika ilmiah,sehingga
kita mengenal kriteria kebenaran dalam berbagai ilmu,contoh matematika ,tapi
ada juga kebenaran mutlak yang dapat dibuktikan dengan keyakinan,bukan dengan
fakta yang ditelaah oleh teologi dan ilmuagama.Kebenaran harus dapat
ditunjukkan dan dibuktikan agar masyarakat merasa yakin dengan kebenaran.
Perkembangan Etika Bisnis
Perkembangan Etika Bisnis
Etika dalam dunia bisnis diperlukan
untuk menjaga hubungan baik dan fairness dalam dunia bisnis. Etika bisnis
mencapai status ilmiah dan akademis dengan identitas sendiri, pertama kali
timbul di Amerika Serikat pada tahun 1970-an. Untuk memahami perkembangan
etika bisnis De George membedakannya kepada lima periode :
·
Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur. Pada masa ini masalah moral disekitar ekonomi dan bisnis disoroti dari sudut pandang teologi.
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur. Pada masa ini masalah moral disekitar ekonomi dan bisnis disoroti dari sudut pandang teologi.
·
Masa Peralihan: tahun 1960-an
Pada saat ini terjadi perkembangan baru yang dapat
disebut sebagai persiapan langsung bagi timbulnya etika bisnis. Ditandai
pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi
mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan).Pada saat ini juga timbul anti konsumerisme. Hal ini memberi perhatian pada
dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan memasukan mata kuliah baru
ke dalam kurikulum dengan nama busines and society and coorporate sosial
responsibility, walaupun masih menggunakan pendekatan keilmuan yang beragam
minus etika filosofis.
·
Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an
Terdapat dua faktor yang mendorong kelahiran etika
bisnis pada tahun 1970-an yaitu:
1. Sejumlah
filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan
2. Etika
bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis terjadinya krisis moral yang dialami oleh dunia bisnis.
Pada saat ini mereka bekerja sama khususnya dengan ahli ekonomi dan manejemen dalam meneruskan tendensi etika terapan. Norman E. Bowie menyebutkan bahwa kelahiran etika bisnis ini disebabkan adanya kerjasama interdisipliner, yaitu pada konferesi perdana tentang etika bisnis yang diselanggarakan di universitas Kansas oleh philosophi Departemen bersama colledge of business pada bulan November 1974.
Pada saat ini mereka bekerja sama khususnya dengan ahli ekonomi dan manejemen dalam meneruskan tendensi etika terapan. Norman E. Bowie menyebutkan bahwa kelahiran etika bisnis ini disebabkan adanya kerjasama interdisipliner, yaitu pada konferesi perdana tentang etika bisnis yang diselanggarakan di universitas Kansas oleh philosophi Departemen bersama colledge of business pada bulan November 1974.
· Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an
Di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai
berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Hal ini pertama-tama ditandai dengan
semakin banyaknya perguruan tinggi di Eropa Barat yang mencantumkan mata kuliah
etika bisnis. Pada taun1987 didirkan pula European Ethics Nwork (EBEN) yang
bertujuan menjadi forum pertemuan antara akademisi dari universitas, sekolah
bisnis, para pengusaha dan wakil-wakil dari organisasi nasional dan
nternasional.
·
Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an
Etika bisnis telah hadir di Amerika Latin, ASIA, Eropa
Timur dan kawasan dunia lainnya. Di Jepang yang aktif melakukan kajian etika
bisnis adalah institute of moralogy pada universitas Reitaku di Kashiwa-Shi. Di
india etika bisnis dipraktekan oleh manajemen center of human values yang
didirikan oleh dewan direksi dari indian institute of manajemen di Kalkutta
tahun 1992. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and
Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo. Di indonesia sendiri pada beberapa
perguruan tinggi terutama pada program pascasarjana telah diajarkan mata kuliah
etika bisnis. Selain itu bermunculan pula organisasi-organisasi yang melakukan
pengkajian khusus tentang etika bisnis misalnya lembaga studi dan pengembangan
etika usaha indonesia (LSPEU Indonesia) di jakarta.
Ethical
Governance ( Etika Pemerintahan )
Definisi dan Pendalaman dalam Etika Pemerintahan
Etika berasal dari bahasa yunani
ETHOS yang berarti kebiasaan atau watak. Konsep etika berarti ilmu pengetahuan
tentang akhlak atau moral. Etika adalah ilmu tentang tingkah laku manusia,
prinsip-prinsip tentang tindakan moral yang betul. Etika sebagai ilmu yang
mencari orientasi sangat dipengaruhi oleh lingkungan seperti adat istiadat,
tradisi, lingkungan sosial, ideologi, agama, Negara, dan lain-lain (BKN,
2001:5). Etika merupakan nilai-nilai hidup dan norma-norma serta hukum yang
mengatur tingkah laku manusia. Etika suatu refleksi kritis atau studi mengenai
perilaku manusia yang mendasari perilaku faktual, filsafat mengenai moralitas
dan merupakan ilmu pengetahuan yang sifatnya normatif dan praktis. Istilah
etika dan etik memiliki perbedaan pengertian yang relative dan sangat samar.
Etika adalah ilmu akhlak yang mebahas pola-pola aturan tentang nilai-nilai
kesusilaan. Tata aturan tersebut perlu, harus bahkan wajib dilaksanakan. Bagi
seseorang yang mematuhi aturan tersebut dan mengetahui masalah etika, amat terpuji
apabila tindakannya berpegang pada aturan tersebut. Tindakan yang memberlakukan
aturan etika itu disebut tindakan etik dan sifat pelaksanaan tindakan tersebut
disebut etis. Tata aturan dalam etika disebut norma atau kaidah yang berisi
baik dan buruknya perbuatan sesuai dengan ukuran dan tingkat kemajuan
kebudayaan dan peradaban masyarakat yang menganut dan mematuhi norma atau
kaidah tersebut.
Ethical Governance ( Etika
Pemerintahan ) adalah Ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai
dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. Dalam
Ethical Governance ( Etika Pemerintahan ) terdapat juga masalah kesusilaan dan
kesopanan ini dalam aparat, aparatur, struktur dan lembaganya. Kesusilaan
adalah peraturan hidup yang berasal dari suara hati manusia. Suara hati manusia
menentukan perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk, tergantung pada
kepribadian atau jati diri masing-masing. Manusia berbuat baik atau berbuat
buruk karena bisikan suara hatinya (consience of man). Kesusilaan mendorong
manusia untuk kebaikan akhlaknya, misalnya mencintai orang tua, guru, pemimpin
dan lain – lain, disamping itu kesusilaan melarang orang berbuat kejahatan
seperti mencuri, berbuat cabul dan lain – lain. Kesusilaan berasal dari ethos dan
esprit yang ada dalam hati nurani. Sanksi yang melanggar kesusilaan adalah
batin manusia itu sendiri, seperti penyesalan, keresahan dan lain – lain. Saksi
bagi mereka yang melanggar kesopanan adalah dari dalam diri sendiri, bukan
dipaksakan dari luar dan bersifat otonom. Kesopanan adalah peraturan hidup yang
timbul karena ingin menyenangkan orang lain, pihak luar, dalam pergaulan sehari
– hari bermasyarakat, berpemerintahan dan lain – lain. Kesopanan dasarnya
adalah kepantasan, kepatutan, kebiasaan, keperdulian, kesenonohan yang berlaku
dalam pergaulan ( masyarakat, pemerintah, bangsa dan negara ). Kesopanan
disebut pula sopan santun, tata krama, adat, costum, habit. Kalau kesusilaan
ditujukan kepada sikap batin (batiniah ), maka kesopanan dititik beratkan kepada
sikap lahir ( lahiriah ) setiap subyek pelakunya, demi ketertiban dan kehidupan
masyarakat dalam pergaulan. Tujuan bukan pribadinya akan tetapi manusia sebagai
makhluk sosial (communal, community, society, group, govern dan lain – lain ),
yaitu kehidupan masyarakat, pemerintah, berbangsa dan bernegara. Sanksi
terhadap pelanggaran kesopanan adalah mendapat celaan di tengah – tengah
masyarakat lingkungan, dimana ia berada, misalnya dikucilkan dalam pergaulan.
Sanksi dipaksakan oleh pihak luar (norma, kaedah yang ada dan hidup dalam
masyarakat ). Sanksi kesopanan dipaksakan oleh pihak luar oleh karena itu
bersifat heretonom. Khususnya dalam masa krisis atau perubahan, prinsip
pemerintahan dan fundamental etika-nya di dalam masyarakat sering kali dipertanyakan
dan kesenjangan antara ideal dan kenyataan ditantang. Belum lagi, kita mengerti
diskusi Etika Pemerintahan sebagai diskursus berjalan dalam pengertian bersama
tentang apa yang membuat pemerintahan itu baik, dan langkah konkrit yang mana
yang harus dilakukan dalam rangka berangkat dari konsensus bersama ke
pemerintahan praktis itu adalah indikator demokrasi dan masyarakat
multidimensi.
Dalam praktek penyelenggaraan
pemerintahan etika berhubungan erat dengan moral, yang merupakan kristalisasi dari
ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan-peraturan
dan ketetapan baik lisan maupun tulisan. Etika dan moral mengandung pengertian
yang mirip dalam percakapan sehari-hari di dalam masyarakat. Kedua istilah
tersebut dimaknai sebagai kesusilaan. Realisasi pengamalan etika dan moral
sesorang tampak dari tingkah laku dan kadar kualitas pengematannya sesuai
dengan kematangan rohani, jasmani dan pribadinya.
Nilai-nilai yang terdapat dalam
etika dan moral sangat spesifik secara spiritual mencerminkan keluhuran budi
manusia yang wajib dijadikan pedoman paling asasi dari tindakan-tindakan
manusia, baik secara pribadi selaku aparatur pemerintahan maupun sebagai
anggota masyarakat. Moral adalah sesuai dengan ide-ide umum tentang tindakan
manusia, mana yang baik dan wajar sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan yang
oleh umum diterima, yang meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu.
Dengan demikian jelaslah persamaan antara etika dan moral, tetapi juga ada
perbedaannya, jika etika lebih banyak teoritis sedangkan moral lebih banyak
bersifat praktis. Menurut pandangan ahli-ahli filsafat, etika memandang
perilaku perbuatan manusia secara universal sedang moral secara lokal.
Dalam etika pemerintahan ada asumsi
bahwa melalui penghayatan etis yang baik seorang aparatur akan dapat membangun
komitmen untuk menjadikan dirinya sebagai teladan tentang kebaikan dan
moralitas pemerintahan. Aparatur pemerintahan yang baik dan bermoral tinggi
akan senantiasa menghindarkan dirinya dari perbuatan tercela, karena ia
terpanggil untuk menjaga kewibawaan Negara. Citra aparatur pemerintahan sangat
ditentukan oleh sejauhmana penghayatan etis mereka tercermin di dalam tingkah
laku sehari-hari. Konsep etika gtelah lama diterima oleh masyarakat beradab di
dunia sebagai sesuatu yang melekat pada peranan sesuatu profesi. Etika
menekankan perlunya seperangkat nilai-nilai dilekatkan pada, dan mendapat acuan
bagi, setiap orang yang menjadi warga dari suatu profesi. Biasanya nilai-nilai
itu kemudian menjadi ukuran tentang baik-buruk, wajar tidak wajar, dan bahkan
benar-salah. Dengan demikian, etika pada dasarnya berkenaan dengan upaya
menjadikan moralitas sebagai landasan bertindak dalam sebuah kehidupan kolektif
yang profesional. Ini yang disebut etika praktis, selain itu ada juga filsafat
etika atau etika yang diperbincangkan hanya pada tataran filosofis. Etika
pemerintahan termasuk dalam etika praktis. Dalam kehidupan masyarakat modern
sudah menjadi rumus bahwa setiap profesi memiliki dasar-dasar etikanya sendiri.
Nilai-nilai itu kemudian diterjemahkan menjadi semacam code of conduct bagi
anggota dari profesi itu. Namun demikian etika profesi bukanlah sesuatu yang
sacral dan tak dapat direvisi. Nilai-nilai etika yang hidup dan berlaku dalam
suatu masyarakat profesi bukanlah sekadar menjadi keyakinan pribadi bagi para
anggotanya, tetapi juga menjadi seperangkat norma yang terlembagakan. Dengan
kata lain, sesuatu nilai etika harus menjadi acuan atau pedoman bertindak yang
pelanggaran atasnya akan membawa akibat-akibat moral. Misalnya seseorang yang
melanggar etika dapat saja dikucilkan oleh lingkungan profesinya. Pendapat umum
yang negatif, yang terbentuk sebagai akibat dari tindak pelanggaran etik
seseorang, biasanya merupakan sanksi yang sangat berat untuk ditanggung oleh si
pelanggar. Pada tingkat pelanggaran tertentu, biasanya sesuatu nilai
etika kemudian ditransformasikan lebih lanjut ke dalam bentuk norma dan bahkan
menjadi bagian dari sesuatu aturan hukum yang sanksi bagi pelanggarnya bisa
sangat berat. Di sini etika dapat dianggap menjadi sumber dari sesuatu hukum
positif. Namun demikian tetap harus dibedakan antara etika dan hukum.
Dalam ruang lingkup etika, sanksi
untuk suatu pelanggaran atas nilainya bersifat moral (penurunan harga diri atau
semacamnya), sebagaimana ketaatan atasnya juga memperoleh imbalan moral (berupa
penghormatan atau semacamnya). Setiap profesi biasanya memiliki standar-standar
moral tertentu di dalam memberireward dan punishment kepada anggotanya,
sehubungan dengan penegakan nilai etika profesi yang bersangkutan. Tentu saja
nilai-nilai etika yang ingin ditegakkan di dalam suatu lingkungan profesi tidak
seluruhnya terformalisasi secara jelas. Biasanya serangkaian nilai akan
terbangun menjadi landasan etika yang mengikat sebagai akibat dari sesuatu
kejadian yang melibatkan kehormatan atau eksistensi dari sesuatu profesi. Dari
sana kemudian disadari akan perlunya nilai-nilai itu diadopsi dan dilembagakan
(walaupun tidak selalu tertulis) ke dalam acuan bertindak para anggota. Hal ini
berbeda dengan nilai etika yang telah berubah menjadi hukum, yang semuanya
sudah tertulis dengan jelas dank arena itu akan lebih efektif penerapannya.
Namun betapapun akrabnya hubungan antara etika dan hukum, tidak semua nilai
etika akan otomatis menjadi hukum. Tergantung sejauhmana sesuatu nilai
mengalami proses akamodasi di dalam sistem sosialnya.
Di dalam lingkungan pemerintahan
hal yang demikian juga berlaku. Ada nilai-nilai tertentu yang harus ditegakkan
demi menjaga citra pemerintah dan menjadikan pemerintah mampu menjalankan
misinya. Dari nilai-nilai itu ada yang tetap menjadi bagian dari etika dan ada
pula yang telah ditransformasikan kedalam hukum positif. Misalnya perbuatan
membuat perjanjian secara tersembunyi untuk memenangkan tender pengadaan barang
dan jasa pemerintah anatara pejabat pemerintah dengan pengusaha lebih tepat
dipandang sebagai pelanggaran etik. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
dalam kontek pemerintahan etika pemerintahan menjadi landasan moral bagi
penyelenggaraan pemerintahan dan dengan demikian dapat dikemukakan bahwa yang
dimaksud dengan ETIKA PEMERINTAHANadalah nilai-nilai etik pemerintahan
yang menjadi landasan moral bagi penyelenggara pemerintahan. Rasyid
(1999:48-49) berpendapat keberhasilan pejabat pemerintahan di dalam memimpin
pemerintahan harus diukur dari kemampuannya mengembangkan fungsi pelayanan,
pemberdayaan, dan pembangunan. Pelayanan akan membuahkan keadilan dalam
masyarakat, pemberdayaan akan mendorong kemandirian masyarakat, dan pembangunan
akan menciptakan kemakmuran dalam masyarakat. Inilah yang sekaligus menjadi
misi pemerintahan di tengah-tengah masyarakat. Etika pemerintahan sebaiknya
dikembangkan dalam upaya pencapaian misi itu. Artinya setiap tndakan yang tidak
sesuai, tidak mendukung, apalagi yang menghambat pencapaian misi itu,
semestinya dipandang sebagai pelanggaran etik. Pegawai pemerintah yang malas
masuk kantor, tidak secara sunggu-sungguh menjalankan tugas yang dipercayakan
padanya, minimal dapat dianggap melanggar etika profesinya. Mereka yang
menyalahgunakan kekuasaan (power abuse) untuk kepentingan pribadi, kelompok,
atau polongan dengan merugikan kepentingan umum, pada tingkat pertama sudah
melanggar etika pemerintahan. Mungkin mereka bisa diusut untuk dibuktikan
sebagai pelanggar hukum, tetapi itu akan terjadi pada tingkat lanjutan. Dalam
hubungan ini seseorang bisa saja melanggar etika dan hukum pada waktu yang
bersamaan. Aparatur pemerintahan seyogianya menjadikan dirinya sebagai teladan
di dalam pelaksanaan etika, hukum dan konstitusi, untuk itu pemerintah tidak
dapat begitu saja mengambil hak milik seseorang tanpa kewenangan yang jelas
(hukum) dan pemberian imbalan ganti rugi yang wajar (etika). Singkatnya setiap
warga masyarakat berhak memperoleh pelayanan dan perlakuan yang adil dari
pemerintah berdasarkan nilai-nilai etika dan hukum yang berlaku. Etika
pemerintahan dengan demikian tidaklah berdiri sendiri. Penegakkannya terjalin
erat dengan pelaksanaan prinsip Negara hukum. Itulah sebabnya maka sebuah
pemerintahan yang bersih yang segala tingkah laku dan kebijakannya berangkat
dari komitmen moral yang kuat, hanya bisa diharapkan dalam Negara hukum. Di
dalam Negara kekuasaan pemerintahan yang bersih itu sulit terwujud.
Fungsi Etika pemerintahan
Secara umum fungsi etika pemerintahan dalam praktek
penyelenggaraan pemerintahan ada dua:
1. Sebagai
suatu pedoman, referensi, acuan, penuntun, dalam pelaksanaan tugas-tugas
pemerintahan;
2. Sebagai
acuan untuk menilai apakah keputusan dan/atau tindakan pejabat pemerintahan itu
baik atau buruk, terpuji atau tercela.
Widodo (2001:245) menjelaskan bahwa oleh karena etika
mempersoalkan baik dan buruk dan bukan benar dan salah tentang sikap, tindakan,
dan perilaku manusia dalam berhubungan dengan sesamanya baik dalam masyarakat
maupun organisasi public atau bisnis, maka etika mempunyai peran penting dalam
praktek administrasi Negara. Etika diperlukan dalam administrasi Negara. Etika
dapat dijadikan pedoman, referensi, petunjuk tentang apa yang harus dilakukan
oleh administrasi negara dalam menjalankan kebijakan politik, dan sekaligus
dapat digunakan sebagai standar penilaian apakah perilaku administrasi Negara
dalam menjalankan kebijakan politik dapat dikatakan baik atau buruk. Karena
administrasi Negara bukan saja berkait dengan masalah pelaksanaan kebijakan
politik saja, tetapi juga berkait dengan masalah manusia dan kemanusiaan.
Di dalam implementasinya etika
pemerintahan itu meliputi etika yang menyangkut individu sebagai anggota
arganisasi pemerintahan, juga meliputi etika organisasi pemerintahan serta
etika profesi organisasi pemerintahan, yang ketiganya dalam implementasinya
bermuara pada nilai-nilai etis yang terkandung baik pada peraturan perundangan,
nilai-nilai agama, nilai-nilai social budaya, nilai-nilai dalam asas
penyelenggaraan pemerintahan dan nilai lainnya yang ada kaitannya dalam
penyelenggaraan pemerintahan Negara.
Sumber Etika Pemerintahan
Dari berbagai penjelasan tentang etika pemerintahan
maka dapat dikemukakan bahwa pada hakekatnya sumber etika pemerintahan itu
dapat berasal dari peraturan perundangan, nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai
sosial budaya yang berasal dari kehidupan kemasyarakatan serta berasal dari
adat kebiasaan dan yang sejenis dengan itu. Ada yang berpendapat bahwa untuk
Pemerintahan Indonesia nilai-nilai keutamaan pemerintahan itu dipahami
keberadaannya telah tumbuh sejak sebelum Indonesia merdeka yaitu dimulai sejak
jaman perjuangan melawan penjajah Belanda dahulu, jika dirinci nilai-nilai
dimaksud antara lain bersumber dari:
- Budi Utomo,
Sumpah Pemuda, Proklamasi 1945
- Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945
- Undang-Undang
dan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Kewenangan, tugas pokok dan
fungsi lembaga pemerintah dan organisasi pemerintahan, hak dan kewajiban serta
larangan bagi anggota organisasi pemerintah.
- Nilai-nilai
keagamaan & Nilai-nilai sosial budaya: adat kebiasaan setempat seperti
perilaku tentang kepantasan dan ketidakpantasan serta kesopanan
- Nilai-nilai
agama dan sosial budaya merupakan salah satu nilai yang mengikat kehidupan
sehari-hari yang terbentuk sebagai akibat adanya hubungan veryikal dan
horizontal. hubungan vertikal yaitu hubungan antara manusia dengan Tuhannya
yang membentuk nilai-nilai agama tertentu. Nilai ini biasanya bersifat mutlak.
Sedangkan hubungan horizontal atau hubungan antar sesama manusia membentuk apa
yang dinamakan nilai-nilai sosial budaya. Nilai-nilai ini berbeda antara
masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain sesuai dengan perbedaan waktu
dan tempat. Dibanding dengan nilai-nilai agama, nilai sosial budaya mungkin
jauh lebih adaptif. Nilai sosial budaya yang berlaku dari masyarakat kadangkala
mewarnai pola perilaku dari masyarakat yang bersangkutan, terdapat hubungan
interaksi antara nilai-nilai sosial budaya yang berlaku dengan nilai-nilai
etika pemerintahan.
Governance System
Governance System merupakan sebuah tata kekuasaan yang
terdapat di dalam perusahaan. Adapun unsur-unsur yang membentuk Governance
System yang tidak dapat terpisahkan yaitu :
v Commitment
on Governance
Adalah sebuah komitmen untuk menjalankan perusahaan
yang dalam hal ini adalah bidang perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian
berdasarkan peraturan perundang-perundangan yang berlaku.
v Governance
Structure
Adalah struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat
yang ada di bak sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
v Governance
Mechanism
Adalah pengaturan mengenai tugas, wewenang dan
tanggung jawab unit dan pejabat bank dalam menjalankan bisnis dan operasional
perbankan.
v Governance
Outcomes
Adalah hasil dari pekerjaan baik dari aspek hasil
kinerja maupun acra-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil
pekerjaan
Budaya Etika
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya mempunyai arti pikiran; akal budi: adat istiadat. Budaya adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pengalaman bersama yang dialami oleh orang-orang dalam organisasi tertentu dari lingkungan sosial mereka. Sedangkan Etika mempunyai arti sebagai ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan apa yang buruk serta tetang hal dan kewajuban moral.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya mempunyai arti pikiran; akal budi: adat istiadat. Budaya adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pengalaman bersama yang dialami oleh orang-orang dalam organisasi tertentu dari lingkungan sosial mereka. Sedangkan Etika mempunyai arti sebagai ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan apa yang buruk serta tetang hal dan kewajuban moral.
Mengembangkan Struktur Etika Korporasi
Semangat untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim manajemennya.
Semangat untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim manajemennya.
Kode Perilaku Korporasi
Pengelolaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan mora atau etika. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan pengkomunikasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam Kode Perilaku Korporasi.
Pengelolaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan mora atau etika. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan pengkomunikasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam Kode Perilaku Korporasi.
Evaluasi Terhadap Kode Perilaku Korporasi
Dalam setiap Kode Perilaku Korporasi, adanya evaluasi terhadap kode perilaku korporasi juga sangat diperlukan, agar segala kegiatan yang telah dilakukan apakah sudah dijalankan sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan. Berikut ini langkah yang harus dilakukan dalam evaluasi terhadap kode perilaku korporasi, yaitu :
Dalam setiap Kode Perilaku Korporasi, adanya evaluasi terhadap kode perilaku korporasi juga sangat diperlukan, agar segala kegiatan yang telah dilakukan apakah sudah dijalankan sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan. Berikut ini langkah yang harus dilakukan dalam evaluasi terhadap kode perilaku korporasi, yaitu :
Pelaporan pelanggaran Kode Perilaku Korporasi
Sanksi atas pelanggaran Kode Perilaku Korporasi
Disamping itu pengelola Good Corporate Governance bekerjasama dengan pengelola Audit Internal untuk memantau pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan yang diimplementasikan diseluruh jajaran Perusahaan atau dengan sistim Self Assesment.
Disamping itu pengelola Good Corporate Governance bekerjasama dengan pengelola Audit Internal untuk memantau pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan yang diimplementasikan diseluruh jajaran Perusahaan atau dengan sistim Self Assesment.
Sumber :